Hambatan UMKM dalam Mengadopsi E-Commerce

Sumber gambar: noisiamofuturo.it

Pada tahun 2017, sebanyak 3,79 juta Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) Indonesia telah memanfaatkan platform online untuk memasarkan produknya. Sayangnya, jumlah ini hanya berkisar 8% dari total 59,2 juta pelaku UMKM yang ada di Indonesia. Data ini dipaparkan melalui website Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo).

Pemerintah sendiri memasang target untuk menjadikan 8 juta UMKM bisa go online pada tahun 2019. Menteri Kominfo, Rudiantara menegaskan, bahwa pelaku UMKM harusnya menjadi pemain utama dari perkembangan ekonomi digital di Indonesia.

Melihat fakta tersebut kita patut bertanya, sebetulnya apa kendala yang dihadapi oleh UMKM sehingga sebagian besar dari mereka belum mengadopsi e-commerce sampai saat ini?

Sebelum itu, Anda pun dapat membaca tulisan saya berjudul Pengetahuan Mendasar tentang UMKM Indonesia di sini.

Sumber gambar: img.okezone.com

Apa itu E-Commerce?

Sederhananya, dalam Bahasa Indonesia, electronic commerce atau e-commerce diterjemahkan menjadi perdagangan secara elektronik. Namun secara definisi, dilansir dari website Kementerian Keuangan, e-commerce adalah: “Segala bentuk transaksi bisnis yang menggunakan teknologi informasi dan komunikasi.”

Seiring perkembangan waktu, definisi e-commerce pun menjadi lebih luas.  Saat ini, e-commerce diartikan tidak hanya penjualan dan pembelian melalui internet semata, tetapi juga mencakup pelayanan pelanggan online dan pertukaran dokumen bisnis.

Komponen Utama dalam E-Commerce

Yaser Ahangari Nanehkaran melalui ulasan literaturnya yang berjudul An Introduction To Electronic Commerce menyatakan, ada 3 komponen utama dalam e-commerce, yaitu sistem komunikasi, sistem manajemen data, dan keamanan. Dengan adanya ketiga komponen ini, e-commerce mampu mendukung hubungan perusahaan dengan pelanggan, mendukung penyediaan layanan dan komoditas, membagikan informasi bisnis, mengelola transaksi bisnis, dan mempertahankan ikatan di antara pemasok, pelanggan, dan vendor.

Sumber foto: 1.bp.blogspot.com

Riset mengenai Hambatan UMKM dalam Mengadopsi E-Commerce

Sebuah riset dilakukan oleh Mira Kartiwi, Robert MacGregor, dan Deborah Bunker dengan judul Electronic Commerce Adoption Barriers in Indonesian Small Medium-Sized Enterprises (SMEs): An Exploratory Study. Mereka melibatkan 43 pelaku usaha kecil dan menengah (UKM) yang tidak menggunakan e-commerce, untuk berpartisipasi mengisi survey ini. Survey dilakukan di 7 lokasi di Indonesia, yaitu di Bandung, Sukabumi, Tasikmalaya, Denpasar, Kuta, Gianyar, dan DKI Jakarta.

Setelah dianalisa, ditemukanlah hambatan-hambatan yang menyebabkan pelaku UKM tersebut tidak memanfaatkan e-commerce untuk menjalankan bisnisnya. Seluruh hambatan dikelompokkan ke dalam 4 faktor yang berbeda, yaitu:

  1. E-commerce dianggap sulit untuk diimplementasikan
  2. E-commerce dianggap tidak cocok untuk bisnis
  3. Ketidaknyamanan dalam berkomunikasi dan memilih standar bisnis online yang cocok
  4. E-commerce tidak bisa diterapkan untuk kebutuhan bisnis sekarang ini

Berikut ini hambatan-hambatan yang sudah dikelompokkan sesuai dengan faktornya.

1.  E-commerce dianggap sulit untuk diimplementasikan

  • Tidak punya pengetahuan teknis di organisasi untuk mengimplementasikan e-commerce
  • E-commerce terlalu rumit untuk diimplementasikan
  • E-commerce dianggap tidak aman
  • Investasi finansial yang dibutuhkan untuk mengimplementasikan e-commerce terlalu mahal
  • Tidak punya waktu untuk mengimplementasikan e-commerce

2.  E-commerce dianggap tidak cocok untuk bisnis

  • E-commerce tidak cocok untuk produk dan jasa mereka
  • E-commerce tidak cocok dengan cara mereka menjalankan bisnis
  • E-commerce tidak cocok dengan cara klien mereka menjalankan bisnis (klien tersebut adalah pelanggan dan pemasok)

3.  Ketidaknyamanan dalam berkomunikasi dan memilih standar bisnis online yang cocok

  • Sulit memilih standar e-commerce mana yang paling cocok di antara beragam pilihan yang tersedia
  • Hambatan bahasa. Banyak istilah Bahasa Inggris yang digunakan untuk mengoperasikan internet, sementara banyak pelaku UKM yang tidak menguasai Bahasa Inggris

4.  E-commerce tidak bisa diterapkan untuk kebutuhan bisnis sekarang ini

  • E-commerce dianggap tidak menawarkan keuntungan apapun bagi perusahaan mereka

Sumber gambar: actualidadecommerce.com

Penelitian lainnya dilakukan oleh Rajesri Govindaraju dan Dissa R. Chandra yang dituangkan dalam tulisan berjudul Analysis of Level and Barriers of E-Commerce Adoption by Indonesian Small, Medium, and Micro Enterprises (SMMEs).

Sebanyak 85 kuesioner diisi oleh responden yang menjalankan UMKM di bidang pengolahan non migas, perdagangan, dan restoran di Indonesia. Mayoritas responden bergerak di level usaha mikro (76,5%) dan bergelut di bidang perdagangan (68,2%).

Terdapat 3 hambatan yang secara signifikan dihadapi oleh responden untuk mengadopsi e-commerce, yaitu: manusia, dorongan paksa, dan sumber informasi.

1.  Manusia

Manusia adalah hambatan internal di dalam perusahaan atau organisasi. Hasil dari penelitian ini mengindikasikan kualitas sumber daya manusia Indonesia menuntun ke arah rendahnya adopsi e-commerce di perusahaan mereka. Kualitas ini diukur berdasarkan:

  • Jumlah pegawai yang berpendidikan
  • Jumlah pegawai yang memiliki keahlian teknologi informasi yang memadai
  • Resistensi pegawai
  • Pengetahuan tentang manfaat dan cara mengimplementasikan e-commerce
  • Penyediaan waktu untuk belajar e-commerce
  • Cara organisasi menjalankan bisnis

Dari itu semua menandakan, bahwa cara UMKM Indonesia menjalankan bisnisnya sangat dibatasi oleh kualitas sumber daya manusia.

Solusi dari hambatan ini bisa datang dari UMKM itu sendiri dan dari pemerintah. Contoh solusinya adalah dengan merekrut pegawai di bagian teknologi informasi, memperbaiki keahlian para pegawai, dan mengadakan loka karya untuk para pegawai UMKM yang diselenggarakan oleh pemerintah.

2.  Dorongan Paksa

UMKM harusnya terdorong untuk menggunakan e-commerce bukan hanya karena adanya dukungan dari manajemen, tapi juga karena adanya ancaman dari kompetitor. Ketika manajemen tidak cukup memberi dukungan terhadap penggunaan e-commerce, maka peran dari pemilik UMKM sangat diperlukan untuk membuat keputusan.

Aspek lainnya adalah ancaman dari kompetitor atau dalam hal ini UMKN lain yang telah menggunakan e-commerce.  Dengan melihat kompetitornya memperoleh banyak manfaat dari penggunaan e-commerce, semestinya mendorong perusahaan tersebut untuk menggunakannya juga.

Namun pada kenyataannya, tidak banyak UMKM yang mengadopsi e-commerce di pasar Indonesia. Sehingga, penggunaan e-commerce oleh kompetitor belum dianggap sebagai ancaman.

3.  Sumber Informasi

Hasil penelitian ini menunjukkan masih banyak pelaku UMKM Indonesia yang belum memahami e-commerce. Mereka membutuhkan lebih banyak sumber informasi tentang hal ini. Informasi tersebut bisa bersumber dari vendor aplikasi e-commerce, dari konsultan teknologi informasi, dan dari media yang diatur oleh pemerintah untuk memberikan informasi kepada publik. Bila jumlah dan kualitas sumber informasi tersebut meningkat, maka hambatan UMKM Indonesia dalam mengadopsi e-commerce bisa berkurang. Dalam hal ini, peran pemerintah sebagai inisiator dan fasilitator sangat penting.

Sumber foto: cdn.dezzain.com

Balai Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika (BPPKI) Yogyakarta juga sudah melakukan riset mengenai e-commerce yang dianggap belum ramah kepada pelaku UKM di Yogyakarta.

BPPKI Yogyakarta mengukur kebergunaan dan pengalaman pengguna dalam menggunakan Jogjaplaza.id (sebuah mall online untuk memasarkan produk-produk buatan UKM di Yogyakarta). Riset yang menggandeng Balai Bisnis Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) ini telah menelusuri lebih dari 100 UKM yang tersebar di DIY.

Sebuah fakta terungkap, bahwa pemasaran produk UKM dari DIY ini bisa mencapai daerah lain justru bukan melalui jalur e-commerce, melainkan melalui jalur offline, di antaranya dipasarkan lewat pameran, word of mouth, maupun peredaran kartu nama. Jalur offline inilah yang mendatangkan banyak keuntungan.

Para pelaku UKM bukannya tidak ingin melakukan perdagangan dan transaksi secara e-commerce. Infrastruktur pun tidak menjadi kendala. Lalu apa kendalanya? Ada dua kendala mendasar, yaitu:

  • Waktu. Selama ini waktu mereka habis untuk proses produksi, sehingga tidak ada waktu tersisa untuk mengurusi lini e-commerce
  • SDM. Mereka tidak memiliki SDM yang mumpuni dan belum mampu menggaji orang lain untuk mengurus e-commerce

Para pelaku UKM mengharapkan adanya sistem dan wadah yang memfasilitasi mereka dalam pemasaran e-commerce, di mana UKM tidak perlu terjun langsung menangani e-commerce, sehingga mereka dapat fokus pada kualitas produksi.

Ada pengecualian di wilayah DIY ini. UKM yang digerakkan oleh generasi muda dan baru merintis untuk mencari pasar, mereka biasanya sejak awal sudah memanfaatkan e-commerce untuk menjalankan bisnisnya.

Sumber gambar: azquotes.com

Itulah beberapa hasil penelitian yang mengungkapkan hambatan-hambatan yang dialami oleh pelaku UMKM dalam mengadopsi e-commerce. Bila disimpulkan dari semua hasil penelitian itu, terdapat 4 hambatan utama:

  1. Kurangnya SDM
  2. Keterbatasan finansial
  3. Keterbatasan waktu
  4. Kurangnya pengetahuan atau sumber informasi mengenai e-commerce

Dengan mempertimbangkan kendala-kendala tersebut, diharapkan adanya upaya khusus yang berkelanjutan, agar ke depannya semakin banyak pelaku UMKM yang dapat menggunakan e-commerce. Terlebih lagi adanya target pemerintah untuk menjadikan 8 juta UMKM go online pada tahun 2019 nanti, sepatutnya memacu para pemangku kepentingan untuk bekerja sama mewujudkan target tersebut.

 

Salam,

Bintang Stania.