Multitasking Menghambat Produktivitas

Sumber gambar: hospitalitynet.org

Pernahkah Anda bertemu dengan seseorang yang terbiasa melakukan banyak hal dalam satu waktu? Kita mengenalnya dengan sebutan multitasking person. Tentu saja Anda mengira orang tersebut sangat hebat karena mampu berkonsentrasi pada banyak hal sekaligus. Namun, apakah betul dia benar-benar berkonsentrasi?

Istilah multitasking sendiri awalnya muncul di bidang sistem operasi komputer, artinya kemampuan komputer mengoperasikan beberapa program dalam waktu yang bersamaan. Setelah itu baru muncul istilah multitasking untuk manusia. Menurut Oxford Learner’s Dictionaries, multitasking pada manusia berarti kemampuan seseorang mengerjakan beberapa tugas dalam waktu bersamaan.

Mitos tentang Multitasking

Jim Taylor Ph.D dalam sebuah tulisannya yang dimuat di Psychology Today mengungkapkan, banyak orang bangga bisa melakukan multitasking dan beranggapan hal itu sebagai bagian penting dalam hidupnya. Padahal, apa yang selama ini kita kira sebagai multitasking, sebenarnya bukanlah multitasking, melainkan serial tasking. Apa itu serial tasking? Yaitu kemampuan beralih dari satu tugas ke tugas lainnya dengan cepat. Misalnya, kita beralih dari percakapan telepon ke layar komputer, lalu memeriksa email, lalu kembali lagi ke percakapan telepon dengan keyakinan bahwa kita melakukannya secara bersamaan. Padahal tidak. Kita melakukannya secara bergantian, bukan bersamaan.

Meskipun demikian, multitasking masih bisa dilakukan, tetapi hanya dalam 2 kondisi berikut:

  1. Setidaknya salah satu kegiatan sudah sangat dikuasai, sehingga tidak perlu lagi ada fokus atau tidak perlu lagi berpikir pada saat mengerjakannya. Misalnya, berjalan kaki sambil mengunyah permen karet.
  2. Kegiatan yang melibatkan pemrosesan otak yang berbeda. Misalnya, kita bisa membaca buku sambil mendengarkan musik instrumental di waktu yang bersamaan. Namun, itu tidak akan berhasil jika kita mendengarkan musik yang ada liriknya. Mengapa? Karena membaca buku dan mendengarkan musik yang ada liriknya sama-sama melibatkan pusat bahasa di otak. Sehingga, kita tidak dapat berkonsentrasi sepenuhnya pada buku yang kita baca.

Multitasking berkaitan dengan banyaknya prioritas. George McKeown, dalam bukunya yang berjudul Essentialsm: The Disciplined Pursuit of Less menjelaskan tentang sejarah kata “priority” atau prioritas yang telah berganti makna.

“Kata priority masuk ke dalam Bahasa Inggris tahun 1400an dan merupakan kata tunggal (singular). Artinya hal pertama. Kata ini tetap menjadi kata tunggal selama 500 tahun. Kemudian, di tahun 1900an barulah kata priority menjadi jamak, yaitu priorities. Artinya, ada banyak hal yang menjadi “hal pertama”. Ini memberikan kesan bahwa banyak hal yang diprioritaskan, tetapi sebetulnya tidak ada yang sungguh-sungguh menjadi prioritas.” kata George McKeown.

Apa akibatnya? Kita jadi bingung sendiri mana yang harus didahulukan dan diselesaikan segera, kebingungan itu akhirnya menghambat produktivitas.

Penelitian Mengungkapkan Multitasking Menghambat Produktivitas

Sumber gambar: powerofpositivity.com

Sudah banyak penelitian yang membahas kaitan antara multitasking dengan terhambatnya produktivitas.

American Psychological Association telah menghimpun beberapa hasil penelitian yang ditulis antara tahun 1994 sampai 2003. Dari semua hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa, meskipun terlihat efisien di permukaan, multitasking justru memperlambat penyelesaian tugas-tugas dan mengakibatkan banyak error atau kesalahan. Jika ini terjadi terus-menerus dapat berujung pada stres.

Saat seseorang mencoba untuk mengerjakan lebih dari satu tugas dalam satu waktu, sebetulnya pikiran dan otaknya tidak didesain untuk melakukan multitasking, terutama untuk tugas-tugas yang berat. Bahkan, sekalipun orang itu melakukan pergantian yang cepat dari tugas satu ke tugas lainnya, hal itu telah menghabiskan 40% dari waktu produktifnya.

Studi dari Stanford University juga mengungkapkan bahwa orang-orang yang terbiasa multitasking membuat mereka tidak mampu memelihara ingatan mereka sendiri dan merusak kontrol kognitif mereka dengan terbiasa mengerjakan banyak hal sekaligus.

Mereka kesulitan menyaring informasi yang tidak relevan dengan tujuan awal. Semua informasi yang ada di depannya langsung dilahap begitu saja. Sehingga, pekerjaan jadi lambat selesai.

Mereka juga tidak bisa berhenti memikirkan tugas yang belum dikerjakan, padahal pada waktu itu mereka sedang mengerjakan tugas yang lain. Mereka benar-benar tidak bisa memisahkan satu hal dengan hal lainnya di kepala mereka.

David Strayer, seorang profesor di bidang psikologi dari University of Utah percaya hanya ada 2% manusia di dunia ini yang kinerjanya tidak memburuk ketika mereka membagi perhatiannya kepada beberapa tugas dalam satu waktu. Itu pun yang mereka lakukan adalah serial tasking, bukan multitasking.

Kita sudah tahu mengerjakan banyak hal dalam waktu yang bersamaan itu ide yang buruk, tetapi kadang-kadang kita sulit menghentikan kebiasaan itu. Untuk menghentikannya, kita bisa mulai dengan fokus mengerjakan satu per satu tugas kita dan hindari gangguan. Tentukan prioritas utama yang harus diselesaikan dan tetaplah konsisten.

Adam Gorlick dari Standford University pernah mengatakan, “By doing less, you might accomplish more.”

 

Salam,

Bintang Stania.